Tersebutlah tiga orang pejabat di salah satu departemen di kantor pusat Jakarta. Pak Dadang, pak Hartoyo,dan pak Rahman. Ketiganya sudah saling kenal sejak mereka masih kuliah di salah satu PTN ternama di Republik ini. Mereka masing-masing berasal dari daerah yang berbeda. Pak Dadang bersuku sunda, pak Hartoyo asli jawa solo, serta pak Rahman yang berdarah campuran arab-madura.
Kedekatan mereka dengan kalangan keluarga istana kepresidenan, membuat mereka bertiga ditempatkan di lantai 81, lantai tertinggi bangunan gedung tersebut.
Begitu tingginya bangunan kantor itu, sehingga sudah hampir 4 tahun berjalan mereka selalu makan siang bersama di salah satu sudut ruangan di lantai-81 itu.
Mereka selalu membawa bekal sendiri. Dan siang itu mereka menyantap bekal siang masing-masing sambil ngobrol.
Hartoyo : "Aku mulai bosan dengan bekal makan siangku. Selalu nasi goreng yang ini-ini saja."
Dadang : "Saya juga Har. Tiap siang selalu makan siomay. Muak rasanya!"
Rahman : "Ana juga! Selalu roti dengan lapisan coklat! Ayah ana Arab, bukan Eropa!!"
Hartoyo : "Kita harus utarakan ini pada istri kita di rumah. Mereka harusnya bisa sedikit lebih mengerti perasaan suami..."
Dadang : "...dan membuat menu yang variatif!"
Rahman : "setuju!!"
Dadang : "Kalau begitu malam nanti kita masing-masing ungkapkan hal ini kepada istri kita. Bagaimana?"
Hartoyo : "Kalau besok masih tetap sama seperti hari ini..?"
Rahman : "Ana ada usul,.. kita loncat dari gedung ini, lewat jendela darurat di ujung!" (sambil menunjuk ke salah satu jendela di sudut ruangan)
Dadang : "Ok! Biar mereka tahu rasa jika harus hidup tanpa kita!"
Hartoyo : "Baiklah,.. aku setuju juga. Kita buktikan perhatian dan kepedulian mereka."
Sore itu di pintu lift lantai dasar, mereka masih saling mengingatkan akan janji mereka untuk keesokan harinya.
Malam Jakarta diguyur hujan. Sebagian besar penduduk memilih diam di rumah, sambil bersiap cemas menghadapi kemungkinan banjir.
Keesokan paginya, ketiga pejabat kita berangkat dari rumah dinas masing-masing dengan perasaan cemas. Jika istri mereka tidak mengindahkan percakapan semalam, ini adalah hari terakhir untuk mereka bertiga.
Dan saat makan siang yang mendebarkan itu datanglah...
Hartoyo : "Adakah diantara kita yang mengintip isi bekal sebelumnya??"
Rahman : "Tidak!"
Dadang : "Saya juga tidak."
Hartoyo : "Kalau begitu bisa kita mulai.." (sambil menarik napas dalam)
Dadang : "Saya duluan saja, saya percaya istri saya masih mau mendengar tiap keluhan suaminya."
Perlahan pak Dadang mambuka bungkus bekal makan siangnya, dan .....
Dadang : "...ah, siomay lagi......!"
Dengan bercucuran air mata dia memeluk kedua sahabatnya. Dan dia melompat dari jendela lantai-81,.. tewas seketika.
Hartoyo : "Giliranku Man..!" (sesaat kemudian)... "Uchh!! Nasi goreng lagi...!! Terkutuklah istriku!.. selamat tinggal.. "
dan loncatan yang indah mengakhiri hidup pak Hartoyo.
pak Rahman membuka bekalnya,.. dan menyusul nasib kedua sahabatnya. Ya, kotak bekal siangnya berisi sepotong roti berlapis coklat!
Suasana pemakaman yang mengharukan. Mereka dikuburkan berjajar, di taman makam pahlawan.
Dengan tangis histeris istri-istri mereka. Ditengah isak tangis, ketiga istri pejabat itu saling menumpahkan penyesalan mereka.
Istri Dadang : "hampir 10 tahun selalu makan siang dengan siomay, kenapa sekarang jadi setragis ini? huu..huuu.." (menangis terisak)
Istri Hartoyo : "Nasi goreng adalah kegemarannya sejak kecil, saya dengar sendiri dari mendiang mertua saya! Hik.. ihikk.." (sambil mengusap airmata di pipi)
Istri Rahman : "... saya tidak habis pikir dengan cak rahman!! Dia menyiapkan bekal makan siangnya sendiri setiap pagi!!!" (sambil menggeleng, tanda tak habis mengerti)
Istri Hartoyo : ?????
Istri Dadang : ?????
Tidak ada komentar:
Posting Komentar